'BERSAMA KITA MENYAMBUNG MATA RANTAI PERJUANGAN RASULULLAH DEMI MEMBAWA ISLAM KE PERSADA DUNIA'
Pages
LAMAN BLOG RASMI ASPUTRA MAKTAB MAHMUD ALOR SETAR
Wednesday, November 23, 2011
“Abi, when will we ever relax?”
I wanted to share a moving story that I once heard and will always remember and cherish for its meanings. It’s the story of one of the great Imams of this Ummah, Imam Ahmad bin Hanbal.
His son, Abdullah, asked his father one day: “Abi when will we ever relax?” His father, one of the greatest revivers of the Sunnah and a role model for all Muslims, looked him in the eye and said: “With the first step we take into Jannah.”
Ya Allah, what a beautiful response!
There are days that come to you and you’re tired, you just want to sleep and relax and “shut off” as they say. Those are the days in which you need to ask yourself a critical question: ‘Where am I going with life?’ If it’s towards Allah and for Allah, then regain your strength and continue your work, for Jannah is precious and must be sought. But if you look into your life and realise that it’s not towards Allah but towards Dunya, then your tiredness becomes a blessing, for it is a reminder that you need to change direction and renew your purpose in life.
I love this story on many levels.
For one, it shows you that when someone’s focus is Jannah, their priorities change and their outlook on life is different. What we perceive as difficulty, they perceive as ease. What we perceive as calamity, they perceive as reward. What we perceive as obstacles, they perceive as opportunities for sincere dua. Moreover, when your focus is Jannah, this Dunya and its constant demand becomes small and the least of our concerns.
Also, I love the way the son began his question: “Abi” – a sweet way of addressing his father, and asked: “When will we ever relax?” If you notice, he didn’t say, “when will I relax Dad?” Even though he wanted to relax, he wasn’t selfish and also cared for his father’s condition. This also shows you that the father and son were working hard together. Again, when your focus is Jannah it reflects in your family, children, and those around you and everyone gears up towards that goal.
Our problem today is not that we’re tired, our problem today is that we relax too much. We do everything so that we relax. We cheat, break promises, do not fulfill our vows, lie, take and give bribery, and so on. Why? So we can relax. We don’t stay up for Tahajjud or wake up for Fajr, we don’t fast, or go for Hajj and Umrah… all so we can relax. We don’t walk towards the Masjid or open the Book of Allah so we can understand it, all in the name of “I need to relax!”
Dear brothers and sisters, there’s plenty of relaxation where we’re going, but this is not the time for it. Let’s all work for Jannah and be productive in the path of Allah, and work so hard that one day our children will approach us and ask: “Abi” or “Ummi”: “When will we ever relax?” and you can smile and look them in the eyes and say, “When we enter Jannah inshaAllah”.
P.S. “It made me very sebak indeed. Subhanallah.
Writer rindu pada Abah.”
TEMANI AKU SEHINGGA KE SYURGA...
Mari lewati lorong waktu, menyusuri jalan-jalan dunia yang penuh tipu daya, dengan kebersamaan. Tapaki pergiliran pagi, siang, petang dan malam, yang penuh liku, dengan persahabatan dalam keimanan. Di dunia ini, kita harus saling berpegangan tangan. Harus. Kita tak mungkin selamat mengharungi bahtera kehidupan yang sangat luas dengan ancaman badai fitnah ini, seorang diri. Kita tak dapat lolos dari ancaman fitnahnya dengan hanya mengandalkan kemampuan sendiri. Kerana, kita diciptakan sebagai makhluk yang penuh kelemahan dan mudah terpedaya.
“Dan diciptakan manusia itu dalam keadaan lemah.” (Qs. An Nisa:28)
Saudaraku,
Kebersamaan dan pertemanan di jalan Allah lah yang akan menghantarkan kita menyelesaikan hidup dengan kebaikan. Persaudaraan, kebersamaan dan persahabatan di jalan Allah lah yang juga akan mengiringi kita pada kebahagiaan akhirat. Allah SWT memberitakan bahwa hanya pertemanan atas dasar iman dan takwalah yang abadi.
“Teman-teman akrab pada hari itu (hari kiamat) sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67).
Ibnu Katsir mengatakan, “Seluruh pertemanan dan persahabatan yang tidak kerana Allah pada hari kiamat akan berubah menjadi permusuhan.” Begitu juga pesan Rasul SAW dalam haditsnya, yang menyebutkan bahwa kita akan dibangkitkan di hari kiamat bersama orang yang kita cintai.
Saudaraku,
Merenunglah. Siapa orang-orang yang kita cintai? Siapa orang-orang yang paling dekat dalam hidup dan hati kita? Siapa orang yang menghiasi ingatan kita? Siapa orang yang menemani langkah-langkah hidup kita? Orang solehkah dia? Mengajak pada kebaikan dan keridhaan Allah kah dia? Bayangkanlah persahabatan orang beriman di akhirat sebagaimana digambarkan oleh Ali bin Abi Thalib RA. “Ada dua orang mukmin yang bersahabat dan berteman akrab. Salah seorang di antara keduanya meninggal lebih dahulu dan ia mendapat berita gembira dengan syurga. Ketika itu ia mengingat teman akrabnya di kala di dunia lalu in berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya fulan adalah teman akrabku, dia yang menganjurkanku berlaku taat kepada-Mu dan kepada Rasul-Mu. Dia yang mengajakku melakukan kebaikan dan mencegahku melakukan kemungkaran. Dia juga yang menyadarkanku akan pertemuan dengan-Mu. Ya Allah jangan Engkau sesatkan dia sepeninggalku sampai Engkau memperlihatkan kepada-nya kenikmatan yang Engkau berikan padaku dan sampai Engkau meridhainya sebagaimana Engkau ridha kepadaku,” Maka Allah berkata kepadanya, “Pergilah, seandainya engkau tahu yang Aku berikan kepadanya pasti engkau akan banyak tertawa dan sedikit menangis. “
Kemudian teman akrabnya itu meninggal dan ruh mereka bertemu. Dikatakan pada mereka, “Saling memujilah kalian kepada sahabat kalian.” Maka masing-masing mereka mengatakan, “Dia adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik saudara, sebaik-baik sahabat….”
Duhai indahnya. Pertemuan yang sangat mengesankan dan penuh kegembiraan.
Saudaraku,
Banyak kisah-kisah yang ditinggalkan para salafusoleh tentang keadaan mereka setelah meninggal dunia. Di antaranya disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Ar-Ruh. Abdullah bin Mubarak mengatakan, “Aku mimpi bertemu Sufyan Ats Tsauri beberapa hari setelah ia meninggal dunia. Aku bertanya padanya, “Apa yang Allah lakukan terhadapmu sekarang?” Ia menjawab, “Aku bertemu Muhammad (SAW) dan pasukannya..”
Dalam kisah lain, Ibnu Abid Duniya menyebutkan sebuah riwayat dari Yaqzhah binti Rasyid yang bercerita, “Marwan Al Mahlamy adalah tetanggaku. Dulu dia seorang hakim dan bersungguh-sungguh dalam ibadah ketika meninggal dunia aku menangkap kegembiraan yang terpancar dari mukanya. Tak berapa lama setelah itu aku mimpi bertemu dengannya, seperti layaknya mimpi yang terjadi dalam tidur. Aku bertanya, “Wahai Abu Abdullah apa yang Allah lakukan terhadap dirimu.“ Ia menjawab, “Allah memasukkan aku ke dalam syurga,” jawab-nya. “Kemudian apalagi?” “Aku dipertemukan dengan golongan kanan,” jawabnya. Kemudian apa lagi?” “Aku dipertemukan dengan orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah.” Aku bertanya, “Siapa orang yang engkau lihat di sana?” tanyaku. “Aku melihat Al Hasan bin Sirrin dan Maimun bin Sayyah,” jawabnya.
Seperti itulah keadaan mereka setelah meninggalkan dunia. Bertemu dengan orang-orang yang dahulunya menjadi teman dan penghias hari-hari mereka. Orang-orang soleh yang menjadi ingatan mereka dalam hidup. Mereka itulah yang akan menemaninya di alam akhirat.
Saudaraku,
Hati-hatilah menyusuri jalan kebersamaan dengan orang-orang soleh. Waspadalah untuk tidak melakukan penyimpangan, yang membuat kesenjangan diri kita dengan mereka. Salim bin Abi Ja’ad mengatakan bahwa Abu Darda pernah berkata, “Hendaklah seseorang berhati-hati bila ia dibenci oleh hati orang-orang beriman dari arah yang tidak ia sadari.” Kemudian sahabat Abu Darda bertanya, “Tahukah kalian apa yang dimaksud dengan kata-kata itu?” Salim mengatakan bahwa ia tidak mengerti. Abu Darda menjelaskan, “Yaitu seorang hamba bermaksiat kepada Allah dalam keadaan sendiri lalu Allah menghunjamkan kemarahan-Nya dalam hati orang-orang beriman tanpa ia sadari.” (Al-Hilya: 1/215)
Kemarahan hati orang beriman, adalah kesengsaraan. Kebencian orang-orang yang beriman adalah pangkal kesempitan dan penderitaan. Kerana merekalah sebenarnya yang dapat mengubah dunia dengan segala permasalahannya menjadi indah. Mulut-mulut merekalah yang menuangkan nasihat dan membicarakan kalimat demi kalimat yang dapat menentramkan hati. Lidah-lidah merekalah yang menyiram hati kita untuk senantiasa berada dalam keridhaan dan tidak terlalu jauh menyimpang dari ridha Allah SWT. Tangan-tangan merekalah yang menuntun kita. Telapak tangan merekalah yang tertengadah di malam sunyi dan gelap malam hingga memberi kekuatan iman dalam diri kita. Ingatlah sabda Rasulullah SAW tentang do’a seorang mukmin di tengah malam yang dijamin diterima Allah SWT.
Saudaraku,
Bersahabat dengan mereka, akan mendekatkan kita pada Allah. Dan ketaatan kita pada Allah, juga akan mendekatkan kita pada mereka. Ibnu Asakir meriwayatkan, Abu Darda‘ menulis surat pada Maslamah bin Makhlad. “Seorang hamba jika ia telah berbuat kebajikan untuk taat kepada Allah, maka Allah mencintainya. Bila Allah telah mencintainya, Allah akan menjadikan makhluk cinta padanya. Dan bila ia bermaksiat pada Allah, maka Allah akan memarahinya. Bila ia telah dimarahi olehNya, Maka Allah akan menjadikan seluruh makhluk benci padanya.” (Al Kanz, 8/255)
Semoga Allah menghimpun kita dalam golongan orang-orang yang mendapat ridha-Nya di akhirat.
Amin Allahuma amin..
Thursday, November 17, 2011
Sultan Muhammad Al-Fatih Dan Pembukaan Istanbul 1453M
Pengenalan
Istanbul atau yang dulunya dikenali sebagai Costantinople, adalah salah
sebuah bandar nostalgia dunia. Tidak setakat tercatat oleh tinta Sejarah
Islam, bahkan statusnya sebagai salah sebuah bandar utama dunia, pasti
mengundang seisi alam manusia untuk meninjau dan menghubungkan
sejarah kegemilangan masing-masing dengannya Istanbul diasaskan pada
tahun 330M oleh Maharaja Byzantine iaitu Costantine I.
Kedudukannya yang strategik, diungkapkan oleh Napoleon Bonapart
sebagai, “…kalaulah dunia ini sebuah negara, maka Costantinople inilah
yang paling layak menjadi ibu negaranya!”. Costantinople telah pun menjadi
ibu negara Empayar Byzantine semenjak penubuhannya. Ini menjadikan
bandar berkenaan sebagai salah sebuah bandar terbesar dan utama dunia.
Kedudukan Costantinople yang sedemikian rupa, meletakkan ia di
kedudukan yang istimewa apabila umat Islam memulakan agenda
pertembungan mereka dengan Empayar Byzantine. Rasulullah SAW telah
pun beberapa kali memberikan khabar gembira tentang pembukaan kota ini
di tangan umat Islam seperti yang dinyatakan oleh Baginda SAW di dalam
peperangan Khandak. Sabda baginda SAW :
“Sesungguhnya Costantinople itu pasti akan dibuka. Sebaik-baik ketua
adalah ketuanya, dan sebaik-baik tentera adalah tenteranya”
Terdapat banyak lagi hadith lain seperti ini dan ia menimbulkan
keghairahan para khalifah dan pemimpin Islam untuk berusaha menawan
kota Costantinople berkenaan. Usaha pertama dilancarkan pada tahun 44H
iaitu di zaman Muawiyah bin Abi Sufian RA. Akan tetapi, usaha berkenaan
gagal dan Abu Ayyub Al-Ansari yang merupakan salah seorang sahabat Nabi
yang menyertainya, syahid di pinggir kota Costantinople berkenaan.
Manakala di zaman Sulaiman bin Abdul Malik pula, Khilafah Umayah telah
menyediakan pasukan terhandal untuk menawan kembali kota berkenaan
pada tahun 98H tetapi masih belum diizinkan oleh Allah SWT. (rujuk Al-
Ibar oleh Ibnu Khaldun 3 / 70 dan Tarikh Khalifah bin Khayyath ms. 315)
Di zaman pemerintahan kerajaan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan
tetapi masih menemui kegagalan termasuk usaha di zaman Khalifah Harun
Ar-Rasyid tahun 190H.
Selepas kejatuhan Baghdad tahun 656H, usaha menawan Costantinople
diteruskan pula oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Minor (Anatolia)
terutamanya Kerajaan Seljuk. Pemimpin masyhurnya, Alp Arslan (455-465H
/ 1063-1072M) telah berjaya mengalahkan Maharaja Rum, Dimonos, pada
tahun 463H / 1070M. Beliau telah menangkap lalu memenjarakannya
sebelum dibebaskan dengan persetujuan untuk membayar jizyah tahunan
kepada Kesultanan Seljuk. Peristiwa ini telah meletakkan sebahagian besar
Empayar Rom di bawah pengaruh Kerajaan Islam Seljuk.
Bagaimana pun, selepas daripada merosot dan jatuhnya Kerajaan Seljuk
berkenaan, terbentuk pula beberapa kerajaan kecil di Anatolia. Antaranya
ialah kerajaan Seljuk Rum yang telah berjaya meluaskan kekuasaannya
sehingga ke pantai Laut Ege di barat, seterusnya melemahkan pengaruh dan
kekuasaan Empayar Rom.
Costantinople Dan Daulah Othmaniyyah
Di awal kurun ke-8 hijrah / 14M, Daulah Othmaniyyah telah mengadakan
persepakatan bersama Seljuk Rum yang ketika itu berpusat di bandar
Konya. Persepakatan ini memberikan nafas baru kepada usaha umat Islam
untuk menawan Costantinople. Usaha awal yang dibuat ialah di zaman
Sultan Yildrim Beyazid yang mana beliau telah berjaya mengepung kota itu
pada tahun 796H / 1393M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan
Beyazid untuk memaksa Maharaja Byzantine menyerahkan Costantinople
secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya itu menemui
kegagalan dengan kedatangan bantuan Eropah dan dalam masa yang sama,
tentera Mongol di bawah pimpinan Timurlank telah menyerang Daulah
Othmaniyyah. Serangan itu dikenali sebagai Perang Ankara dan ini telah
memaksa Sultan Beyazid untuk menarik balik tenteranya bagi
mempertahankan negara dari serangan Mongol. Dalam peperangan itu,
beliau telah ditawan dan kemudiannya meninggal dunia pada tahun 1402M.
Kejadian itu telah menyebabkan idea untuk menawan Costantinople
terhenti untuk beberapa ketika.
Selepas Daulah Othmaniyyah mencapai ke peringkat yang lebih maju dan
tersusun, roh jihad telah hidup semua dengan nafas baru. Semangat dan
kesungguhan yang ada itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863H /
1421-1451M) untuk meneruskan usaha menawan Costantinople. Beberapa
usaha telah berjaya dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa
yang sama berlaku pengkhianatan di pihak umat Islam. Mahajara Byzantine
telah mengambil peluang ini untuk menabur fitnah dan mengucar-kacirkan
saf tentera Islam. Usaha Sultan Murad II itu tidak berjaya sampai ke
sasarannya sehinggalah di zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih,
sultan ke-7 Daulah Othmaniyyah.
Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah meneliti dan meninjau
usaha ayahnya menawan Costantinople. Bahkan beliau terus mengkaji
tentang usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah
itu, sehingga menimbulkan keazaman yang kuat untuk beliau meneruskan
cita-cita umat Islam zaman berzaman itu. Ketika menaiki takhta pada tahun
855H / 1451M, beliau telah mula berfikir dan menyusun strategi untuk
menawan kota berkenaan..
Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih banyak terletak pada ketinggian
peribadinya. Semenjak kecil, beliau telah ditarbiah secara intensif oleh para
ulamak terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, iaitu Sultan Murad II,
Asy-Syeikh Muhammad bin Ismail Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir
Muhammad (Al-Fatih). Ketika itu, Amir Muhammad adalah ketua bagi
kawasan Manisa. Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ulamak
untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diendahkan oleh Amir
Muhammad. Lalu, beliau menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan
memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika beliau
membantah tunjuk ajar gurunya. Apabila beliau menemui Amir Muhammad
dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh baginda Sultan, Amir
Muhammad ketawa lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani dengan begitu
kuat sekali. Peristiwa ini telah menimbulkan kesan yang mendalam pada
diri Amir Muhammad lantas selepas itu beliau terus menghafal Al-Quran
dalam masa yang singkat
Tarbiah yang diberikan oleh para ulamak murabbi itu memberikan
pengaruh yang besar, bukan hanya kepada peribadi Sultan, bahkan kepada
corak pemerintahan dan adat resam Daulah Othmaniyyah itu sendiri.
Sekiranya Sultan melakukan kesilapan, murabbinya itu akan menegur.
Sultan juga dipanggilnya dengan nama dan apabila bersalam, Sultan yang
akan mencium tangan ulamak yang menjadi murabbinya itu.Dengan tarbiah
yang teliti dan penuh terhormat seperti ini, tidak hairanlah jika peribadiperibadi
yang unggul seperti Muhammad Al-Fatih lahir menempa nama di
persada sejarah..
Asy-Syeikh Ak Semsettin
Dalam masa yang sama Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan
murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Namanya yang sebenar
ialah Muhammad bin Hamzah Ad-Dimasyqi Ar-Rumi yang mana nasabnya
sampai kepada Saidina Abu Bakar As-Siddiq RA. Beliau mengajar Amir
Muhammad ilmu-ilmu asas iaitu Al-Qur'an, Al-Hadith, Feqah, Linguistik
(Arab, Parsi dan Turki) dan juga ilmu kemahiran yang lain seperti
Matematik, Falak, Sejarah, Ilmu Peperangan dan sebagainya.
Semenjak kecil, Syeikh Ak Semsettin berjaya meyakinkan Amir Muhammad
bahawa beliau adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW di
dalam hadith pembukaan Costantinople berkenaan. Apabila beliau menaiki
takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Ak Semsettin bagi
menyiapkan bala tentera ke arah penawanan Costantinople, demi
merealisasikan hadith Rasulullah SAW berkenaan. Peperangan yang maha
hebat itu memakan masa selama 54 hari.
Sultan Muhammad Al-Fatih sangat menyayangi Syeikh Ak Semsettin.
Beliau mempunyai kedudukan yang istimewa pada diri Sultan Muhammad
Al-Fatih dan ini sangat jelas dinyatakan oleh beliau ketika pembukaan
Istanbul, "...sesungguhnya kamu semua melihat aku gembira sekali.
Kegembiraanku ini bukanlah semata-mata kerana kejayaan kita menawan
kota ini, akan tetapi ia adalah kerana hadirnya di sisiku syeikhku yang
mulia, dialah pendidikku, Asy-Syeikh Ak Semsettin."
Persediaan Ke Arah Penawanan
Sultan Muhammad Al-Fatih telah membuat persediaan yang besar ke arah
mencapai matlamatnya menawan Costantinople. Beliau telah menyediakan
mujahid seramai kira-kira 250,000 dan ini merupakan angka yang begitu
besar jika dibandingkan dengan tentera negara lain di zaman itu. Para
mujahid berkenaan diberikan latihan intensif dan sentiasa diperingatkan
dengan pujian Rasulullah SAW kepada tentera yang akan menawan
Costantinople itu nanti
Beliau telah membina Kota Rumeli (Rumeli Hisari) di tebing Eropah Selat
Bosphorus iaitu di bahagian tersempit antara tebing Asia dan Eropah. Kota
yang berhadapan dengan kota binaan Sultan Beyazid di sebelah tebing Asia
ini, mempunyai peranan yang besar dalam usaha mengawal lalu lintas di
selat tersebut. Maharaja Byzantine telah berusaha gigih untuk menghalang
Sultan Muhammad Al-Fatih daripada membina kota berkenaan tetapi gagal
menghalangnya.
Sultan Muhammad Al-Fatih juga berusaha untuk mempertingkatkan
kelengkapan senjatanya. Beliau telah menapatkan khidmat pakar membina
meriam bernama Orban. Beberapa meriam telah dibina termasuk Meriam
Diraja yang masyhur. Catatan menceritakan betapa meriam ini adalah yang
terbesar di zaman berkenaan. Beratnya beratus tan dan memerlukan
beratus tenaga tentera untuk mengangkutnya. Beliau juga menyediakan
kira-kira 400 buah kapal laut untuk tujuan yang sama.
Sebelum serangan dibuat, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mengadakan
perjanjian dengan musuh-musuh yang lain. Ini merupakan strategi yang
penting supaya seluruh tenaga dapat ditumpukan kepada musuh yang satu
tanpa ada sebarang ancaman yang berada di luar jangkaan. Antaranya ialah
perjanjian yang dibuat dengan kerajaan Galata yang berjiran dengan
Byzantine. Perkembangan ini sangat membimbangkan Maharaja Byzantine
lantas pelbagai cubaan dibuat untuk menawan hati Sultan Muhammad Al-
Fatih supaya membatalkan hasratnya. Hadiah dan rasuh cuba dibuat untuk
tujuan berkenaan. Akan tetapi semuanya menemui kegagalan.
Keazaman yang begitu kuat pada diri Sultan Muhammad Al-Fatih telah
mendorong Maharaja Byzantine berusaha mendapatkan pertolongan
daripada negara-negara Eropah. Tanpa segan silu, beliau memohon
pertolongan dari kepimpinan gereja Katholik, sedangkan ketika itu semua
gereja di Costantinople bermazhab Orthodoks. Atas dasar bermuka-muka
demi mengekalkan kuasanya, Maharaja Byzantine telah mengaku bersetuju
untuk menukar mazhab di Costantinople demi menyatukan kedua-dua
aliran yang saling bermusuh itu. Wakil telah dihantar dari Eropah ke
Costantinople untuk tujuan berkenaan. Beliau telah berkhutbah di Gereja
Aya Sofya menyatakan ketundukan Byzantine kepada Katholik. Akan tetapi
hal ini telah menimbulkan kemarahan penduduk Costantinople yang
bermazhab Orthodoks. Sehinggakan ada di antara pemimpin Orthodoks
berkata, "sesungguhnya aku lebih rela melihat di bumi Byzantine ini serban
para orang Turki (muslim) daripada aku melihat topi Latin!"Situasi ini telah
mencetuskan pemberotakan rakyat terhadap keputusan maharaja yang
dianggap khianat.
Serangan
Costantinople mempunyai keistimewaannya yang tersendiri dari aspek
geografi. Ia dikelilingi oleh lautan dari tiga penjuru iaitu Selat Bhosphore,
Laut Marmara Dan Perairan Tanjung Emas (Golden Horn) yang dihalang
pintu masuknya oleh rantai besi raksasa. Ia berfungsi menghalang kapal
daripada masuk ke pintu utama Kota Costantinople.
Selepas melalui proses persiapan yang teliti, akhirnya Sultan Muhammad
Al-Fatih telah tiba di hadapan kota Costantinople pada hari Khamis 26
Rabiul Awal 857H bersamaan 6 April 1453M. Di hadapan tentera yang
menjangkau jumpa 250 ribu, Al-Fatih telah menyampaikan khutbah
mengingatkan para mujahid tentang kelebihan jihad, kepentingan
memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah SWT dsb.
Beliau juga membacakan ayat-ayat Al-Quran mengenainya serta hadith
Nabi SAW tentang pembukaan kota Costantinople. Ini semua memberikan
kesan semangat yang tinggi dan jitu pada bala tentera itu lantas mereka
menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah SWT. Kehadiran
para ulamak di tengah-tengah saf para mujahid itu juga menebalkan lagi
keazaman mereka untuk menunaikan kewajipan jihad tersebut.
Keesokan harinya, Sultan Muhammad Al-Fatih telah menyusun dan
membahagikan tenteranya kepada tiga kumpulan. Pertamanya adalah
kumpulan utama yang bertugas mengawal kota yang mengelilingi
Costantinople. Di belakang kumpulan utama itu adalah tentera simpanan
yang bertugas menyokong tentera utama di hadapan. Meriam Diraja telah
dihalakan ke pintu Topkapi. Pasukan pengawal juga diletakkan di beberapa
kawasan strategik seperti kawasan-kawasan bukit di sekitar Kota Byzantine
itu. Kapal-kapal laut Othmaniyyah juga diletakkan di sekitar perairan yang
mengelilingi Costantinople. Akan tetapi kapal-kapal berkenaan tidak berjaya
memasuki perairan Tanjung Emas disebabkan oleh kehadiran rantai
raksasa yang mengawal pintu masuk.
Semenjak hari pertama serangan, tentera Byzantine telah berusaha keras
menghalang tentera Othmaniyyah daripada merapati pintu-pintu masuk
kota mereka. Tetapi serangan strategik tentera Islam telah berjaya
mematahkan halangan itu, ditambah pula dengan serangan meriam dari
pelbagai sudut. Bunyi meriam itu telah menimbulkan rasa takut yang amat
sangat kepada penduduk Costantinople sehingga menjejaskan semangat
mereka untuk bertahan.
Tentera Laut Othmaniyyah telah mencuba beberapa kali untuk melepasi
rantai besi di pintu masuk Tanjung Emas. Dalam masa yang sama, panahan
diarahkan kepada kapal-kapal Byzantine danEropah yang tiba untuk
membantu. Walau bagaimana pun usaha ini tidak berjaya, dan ini
memberikan semacam semangat di awalnya kepada penduduk
Costantinople. Para paderi berjalan di lorong-lorong kota, mengingatkan
penduduk supaya membanyakkan sabar serta terus berdoa kepada Jesus
dan Maryam supaya menyelamatkan Costantinople. Maharaja Byzantine
juga berulang-alik ke Gereja Aya Sofya untuk tujuan yang sama.
Perjanjian Al-Fatih Dengan Maharaja Costantine
Maharaja Costantine mencuba sedaya upayanya untuk menundukkan Al-
Fatih. Pelbagai hadiah dan tawaran dikemukakan demi untuk
menyelamatkan kedudukannya itu. Akan tetapi Al-Fatih tidak menerima
kesemua tawaran itu sebaliknya memberi kata putus supaya Costantinople
diserahkan kepada Daulah Othmaniyyah secara aman. Al-Fatih berjanji, jika
Costantinople diserahkan secara aman, tiada seorang pun yang akan diapaapakan
bahkan tiada gereja dan harta benda penduduk Costantinople yang
akan dimusnahkan. Antara isi kandungan risalahnya itu, "... serahkan
empayar kamu, kota Costantinople. Aku bersumpah bahawa tenteraku tidak
akan mengancam sesiapa sama ada nyawa, harta dan kehormatannya.
Mereka yang mahu terus tinggal dan hidup dengan amat sejahtera di
Costantinople, bebas berbuat demikian. Dan sesiapa yang mahu
meninggalkan kota ini dengan aman sejahtera juga dipersilakan".
Walaupun begitu, kepungan tentera Al-Fatih masih belum sempurna
disebabkan oleh rantai besi yang melindungi pintu masuk Tanjung Emas itu.
Dalam pada itu, para mujahid tetap terus melancarkan serangan demi
serangan dan pada 18 April 1453M, pasukan penyerang Othmaniyyah telah
berjaya memecah tembok Byzantine di Lembah Lycos yang terletak di
sebelah barat kota. Tentera Byzantine telah berusaha sedaya upayanya
untuk mempertahankan kota dari serangan itu. Pertempuran sengit berlaku
bersama iringan hujan anak panah yang amat dahsyat.
Pada hari yang sama, beberapa buah kapal laut Othmaniyyah telah cuba
merempuh rantai besi di Tanjung Emas. Akan tetapi, gabungan tentera laut
Byzantine dan Eropah telah berjaya menangkis serangan itu bahkan
beberapa buah kapal laut Othmaniyyah telah musnah menyebabkan yang
lain terpaksa pulang ke kawasan masing-masing untuk mengelakkan
kemusnahan yang berterusan.
Dua hari selepas serangan itu, berlaku sekali lagi serangan laut antara
kedua belah pihak. Sultan Muhammad Al-Fatih sendiri mengawasi misi
berkenaan dari pantai. Beliau telah menghantar utusan kepada tentera laut
yang sedang berperang. Katanya, ".. sama ada kamu tawan kapal-kapal itu
atau pun kamu tenggelamkan sahaja kesemuanya. Sekiranya kamu gagal,
maka jangan pulang kepada kami sedangkan kamu semua hidup!".
Ketika itu juga, Sultan Muhammad Al-Fatih menunggang kudanya sehingga
ke gigi laut sambil menjerit dengan sekuat hati nama ketua misi berkenaan,
Palta Oglu, untuk memberikan semangat. Kesungguhan Al-Fatih itu,
menaikkan semangat tenteranya. Namun, tentera kristian berjaya juga
mematahkan serangan mujahidin walaupun mereka bersungguh- sungguh
melancarkan serangan demi serangan. Kegagalan tersebut menyebabkan
Sultan Muhammad Al-Fatih menjadi begitu marah lalu memecat Palta Oglu
dan digantikan dengan Hamzah Pasha.
Kegagalan serangan tersebut telah memberikan kesan yang besar kepada
tentera Othmaniyyah. Khalil Pasha yang merupakan wazir ketika itu cuba
untuk memujuk Al-Fatih supaya membatalkan serangan serta menerima
sahaja perjanjian penduduk Costantinople untuk tunduk kepada Daulah
Othmaniyyah tanpa menakluknya. Cadangan itu ditolak mentah-mentah
oleh Al-Fatih. Kini tiba masanya beliau berfikir tentang helah untuk tentera
laut Othmaniyyah berjaya membolos Tanjung Emas...
Keajaiban Tentera Othmaniyyah
Sultan Muhammad Al-Fatih telah menemui satu kaedah luar biasa untuk
membawa kapalnya masuk ke perairan Tanjung Emas. Kaedah yang tidak
pernah terfikir oleh mana-mana tentera sebelumnya untuk melakukannya.
Beliau telah memanggil tenteranya dan menyarankan kepada mereka
supaya membawa kapal-kapal itu masuk ke perairan Tanjung Emas melalui
jalan darat! Malam itu juga, tentera Othmaniyyah dengan semangat dan
kekuatan luar biasa telah berjaya menarik 70 kapal dari pantai Besiktas ke
Galata melalui bukit yang begitu tinggi dengan jarak melebihi 3 batu!
Sesungguhnya kejadian ini sangat luar biasa dan di luar bayangan manusia
hingga ke hari ini.
Pagi 22 April itu, penduduk Costantinople dikejutkan dengan laungan takbir
dan nasyid para mujahidin di Tanjung Emas. Tiada siapa yang dapat
membayangkan bagaimana semua itu boleh berlaku hanya pada satu
malam. Bahkan ada yang menyangka bahawa tentera Al-Fatih mendapat
bantuan jin dan syaitan! Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi
menceritakan bagaimana seorang ahli sejarah Byzantine berkata, "Tidaklah
kami pernah melihat atau mendengar hal ajaib seperti ini. Muhammad Al-
Fatih telah menukar darat menjadi lautan, melayarkan kapalnya di puncak
gunung dan bukannya di ombak lautan. Sesungguhnya Muhammad Al-Fatih
dengan usahanya ini telah mengatasi Alexander The Great!"
Costantine telah bermesyuarat dengan para pemimpin kerajaan Byzantine
tentang strategi seterusnya, tetapi mereka gagal mencapai kata sepakat.
Costantine menolak cadangan supaya beliau sendiri pergi mendapatkan
pertolongan daripada umat kristian di Eropah bahkan tetap dengan
keputusannya untuk mempertahankan Costantinople hingga ke titisan
darah yang terakhir.
Serangan Besar-besaran Mujahidin
Dengan kedudukan tentera Othmaniyyah yang sudah semakin mantap,
Sultan Muhammad Al-Fatih telah melancarkan serangan besar-besaran ke
benteng terakhir Byzantine. Tembakan meriam yang telah memusnahkan
sebuah kapal dagang di Tanjung Emas, menyebabkan tentera Eropah yang
lain lari ketakutan. Mereka telah meninggalkan pertempuran melalui kota
Galata. Semenjak kejayaan kapal mujahiden memasuki perairan Tanjung
Emas, serangan dilancarkan siang dan malam tanpa henti.
Laungan takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" yang mengisi ruang angkasa
Costantinople telah memberikan semacam serangan psikologi kepada
penduduk kota berkenaan. Seakan mendengar panahan petir, semangat
mereka terus luntur dengan ancaman demi ancaman kalimah tauhid tentera
Al-Fatih itu. Dalam masa yang sama, Al-Fatih dan tenteranya sentiasa
mengejutkan mereka dengan seni perang yang baru sehingga menggawatkan
pertahanan tentera salib itu.
Ketika ribut yang ada belum reda, penduduk Costantinople menyedari
bahawa tentera Islam telah mengorek terowong untuk masuk ke pusat kota.
Ketakutan melanda penduduk sehingga mereka curiga dengan bunyi tapak
kaki sendiri. Merasakan yang bila-bila masa sahaja tentera 'Turki' akan
keluar dari perut bumi berikutan dengan pembinaan terowong itu.
Usaha Damai Terakhir
Sultan Muhammad Al-Fatih yakin bahawa kemenangan semakin hampir.
Kecintaannya kepada Costantinople yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW,
mendorong beliau untuk terus berusaha agar Costantine menyerah kalah
tanpa terus membiarkan kota itu musnah. Sekali lagi beliau menghantar
utusan meminta Costantine supaya menyerahkan Costantinople secara
aman. Apabila utusan berkenaan sampai kepadanya, Costantine telah
berbincang dengan para menterinya. Ada yang mencadangkan supaya
mereka menyerah kalah dan ada pula yang mahukan pertahanan diteruskan
hingga ke penamat. Costantine akhirnya bersetuju dengan pandangan kedua
lantas menghantar maklum balas dengan katanya, "... syukur kepada Tuhan
kerana Sultan mahukan keamanan dan bersedia menerima pembayaran
jizyah. Akan tetapi Costantine bersumpah untuk terus bertahan hingga ke
akhir hayatnya demi takhta... atau mati sahaja dan dikuburkan di kota ini!".
Apabila jawapan Costantine ini diterima, Al-Fatih menjawab, "Baiklah...
tidak lama lagi akan terhasil bagiku di Costantinople itu sama ada takhta
atau keranda...!".
Perbincangan dilakukan oleh Al-Fatih tentang strategi seterusnya. Pelbagai
kemungkinan dipertimbangkan dan akhirnya keputusan dibuat untuk
meneruskan rancangan menawan Costantinople sebagaimana yang telah
disusun.
Hari Kemenangan
Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tenteranya telah
berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah SWT. Mereka
membanyakkan solat, doa dan zikir dengan harapan Allah SWT akan
memudahkan kemenangan. Para ulamak pula memeriksa barisan tentera
sambil memberi semangat kepada para mujahidin. Mereka diperingatkan
tentang kelebihan jihad dan syahid serta kemuliaan para syuhada' terdahulu
khususnya Abu Ayyub Al-Ansari RA. "...sesungguhnya apabila Rasulullah
SAW tiba di Madinah ketika kemenangan hijrah, baginda SAW telah pergi
ke rumah Abu Ayyub Al-Ansari. Sesungguhnya Abu Ayyub telah pun datang
(ke Costantinople) dan berada di sini!" Kata-kata ini telah membakar
semangat tentera Al-Fatih hingga ke kemuncaknya.
Dalam masa yang sama, penduduk Costantine melakukan upacara
peribadatan secara bersungguh-sungguh dengan harapan Tuhan akan
membantu mereka...
Tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jamadil Awal 857H / 29 Mei 1453M,
serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya
meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota.
Penduduk Costantinople telah berada di kemuncak ketakutan mereka pagi
itu. Mujahidin yang sememangnya menginginkan syahid, begitu berani
menyerbu tentera salib di kota itu.
Tentera Othmaniyyah akhirnya berjaya menembusi kota Costantinople
melalui Pintu Edirne dan mereka telah mengibarkan bendera Daulah
Othmaniyyah di puncak kota. Costantine yang melihat kejadian itu berasa
putus asa untuk bertahan lantas menanggalkan pakaian maharajanya
supaya tidak dikenali musuh. Akhirnya beliau menemui ajal dalam keadaan
yang amat mengaibkan.
Berita kematian Costantine telah menaikkan lagi semangat tentera Islam
untuk menyerang. Begitu juga sebaliknya, bagaikan pokok tercabut akar,
tentera salib menjadi kucar kacir apabila berita kematian maharajanya
tersebar. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentera
Al-Fatih, akhirnya berjaya sampai ke cita-cita mereka. Kejayaan menguasai
Costantinople telah disambut dengan penuh rasa syukur oleh Al-Fatih
serta... seisi langit dan bumi. Beliau bertitah, ".. Alhamdulillah, semoga
Allah merahmati para syuhada', memberikan kemuliaan kepada mujahidin,
serta kebanggaan dan syukur buat rakyatku"
Sebaik-baik Ketua Dan Tentera
Pada hari itu, majoriti penduduk Costantinople bersembunyi di gereja-gereja
sekitar kota. Sultan Muhammad Al-Fatih berpesan kepada tenteranya
supaya bermuamalah dengan baik kepada penduduk Costantinople sambil
mengucapkan tahniah kepada tenteranya yang berjaya merealisasikan sabda
Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya Costantinople itu pasti akan dibuka. Sebaik-baik ketua
adalah ketuanya, dan sebaik-baik tentera adalah tenteranya”
Dengan penuh rasa syukur dan tawadhu, Sultan Muhammad Al-Fatih telah
sujud ke bumi mengucapkan sebesar-besar syukur ke hadrat Allah atas
kemenangan bersejarah itu.
Beliau kemudiannya menuju ke Gereja Aya Sofya yang ketika itu menjadi
tempat perlindungan sejumlah besar penduduk kota berkenaan. Ketakutan
jelas terbayang di wajah masing-masing bilamana beliau menghampiri
pintu. Salah seorang paderi telah membuka pintu gereja, dan Al-Fatih
meminta beliau supaya menenangkan sekalian mereka yang ada. Dengan
toleransi Al-Fatih, ramai yang keluar dari tempat persembunyian masingmasing
bahkan ada di kalangan paderi yang terus menyatakan keislaman
mereka.
Selepas itu, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mengarahkan supaya gereja
berkenaan ditukar menjadi masjid supaya Jumaat pertama nanti akan
dikerjakan solat di masjid ini. Para pekerja bertugas bertungkus lumus
menanggalkan salib, patung dan gambar-gambar untuk tujuan berkenaan.
Pada hari Jumaat itu, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama para muslimin
telah mendirikan solat Jumaat di Masjid Aya Sofya. Khutbah yang pertama
di Aya Sofya itu telah disampaikan oleh Asy-Syeikh Ak Semsettin. Pada hari
itu juga Sultan Muhammad Al-Fatih telah bersumpah bahawa barangsiapa
yang menukar Masjid Aya Sofya kembali kepada gereja, maka akan
berolehlah kutukan dan laknat darinya dan Tuhan Masjid Aya Sofya itu.
Nama Costantinople kemudiannya ditukar kepada "Islam Bol", yang
bermaksud "Bandar Islam" dan kemudiannya dijadikan sebagai ibu negara
ketiga Khilafah Othmaniyyah selepas Bursa dan Edirne . Kekallah bumi
yang mulia itu sebagai pusat pemerintahan, ketamadunan, keilmuan dan
keagungan Islam berkurun lamanya.. sehinggalah Khilafah Othmaniyyah
ditamatkan sejarahnya oleh Mustafa Kemal Ataturk secara rasminya pada
tahun 1924M.
Aya Sofya kembali dikristiankan oleh Ataturk atas nama muzium. Gambargambar
syirik kembali bertempelan di kubah masjid yang berdukacita itu.
Manifesto Parti Refah pada pilihanraya yang lalu untuk mengembalikan
Masjid Aya Sofya ke kegemilangan sejarahnya, berkubur buat sementara
dengan pengharaman parti itu beberapa tahun yang lalu. Sesungguhnya
seluruh umat Islam merindukan suara azan membesarkan Allah kembali
berkumandang di menara Aya Sofya. Semoga Istanbul kembali ke pangkuan
Islam dan muslimin. Amien ya Rabbal 'Alamin....
Monday, November 14, 2011
SEKETUL KEJU DAN SEHELAI TUALA KECIL
Seorang gadis datang menemui Rasulullah dengan tangan kanannya disorokkan ke dalam poket bajunya. Dari raut wajahnya, anak gadis ini sedang menanggung kesakitan yang amat sangat. Lalu Rasulullah menegurnya.
"Wahai anakku, kenapa wajahmu menampakkan kamu sedang kesakitan dan apa yang kamu sorokkan di tanganmu?"
Lalu gadis malang inipun menceritakan hal yang berlaku padanya :- "Ya,Rasulullah, sesungguhnya aku adalah anak yatim piatu. Malam tadi aku telah bermimpi dan mimpiku itu telah membuatkan aku menanggung kesakitan ini." Balas gadis tadi.
"Jika tidak jadi keberatan, ceritakanlah mimpimu itu wahai anakku."
Rasulullah mula tertarik dengan penjelasan gadis tersebut."Aku bermimpi berjumpa ibuku di dalam neraka.
Keadaannya amat menyedihkan. Ibuku meminta diberikan air kerana dia amat dahaga kerana kepanasan api neraka itu hingga peluh tidak sempat keluar kerana kekeringan sekelip mata." Gadis itu berhenti seketika menahan sebak.
"Kemudian kulihat ditangan kirinya ada seketul keju dan ditangan kanannya ada sehelai tuala kecil.Beliau mengibas-ngibaskan kedua-dua benda tersebut untuk menghalang api dari membakar tubuhnya. Lantas aku bertanya ibuku, kenapa dia menerima balasan sebegitu
rupa sedangkan ketika hidupnya ibuku adalah seorang hamba yang patuh dengan ajaran islam dan isteri yang taat kepada suaminya?
Lalu ibuku memberitahu bahawa ketika hidupnya dia amat bakhil. Hanya dua benda itu sahaja iaitu seketul keju dan sehelai tuala kecil pernah disedekahkan kepada fakir. Yang lainnya hanya untuk bermuka-muka dan menunjukkan kelebihan hartanya sahaja.
Lalu aku terus mencari ayahku. Rupanya beliau berada di syurga dan sedang menjamu penghuni syurga dengan makanan yang lazat dan minuman dari telaga nabi.
Ayahku memang amat terkenal kerana sikapnya yang dermawan dan kuat beramal. Lalu aku bertanya kepada ayahku. "Wahai ayah, ibu sedang kehausan dan menaggung azab di neraka.Tidakkah ayah ingin membantu ibu sedangkan di dunia kulihat ibu amat mentaatimu dan menurut perintah agama.
Lalu dijawab oleh ayahnya. Sesungguhnya beliau dan semua penghuni syurga telah dilarang oleh Allah dari memberi walau setitik air kepada isterinya kerana itu adalah pembalasan untuk kebakhilan yang dilakukan ketika didunia..
Oleh kerana kasihan melihat azab yang diterima oleh ibuku, aku lantas menceduk sedikit air mengguna tapak tangan kananku lalu dibawa ke neraka. Belum sempat air tersebut mencecah bibir ibuku, api neraka telah menyambar tanganku sehingga melecur.
Seketika itu juga aku tersedar dan mendapati tapak tanganku melecur teruk. Itulah sebabnya aku datang berjumpa engkau ya Rasulullah." Panjang lebar gadis itu bercerita sambil airmatanya tidak henti-henti mengalir dipipi.
Rasulullah kemudian meletakkan tongkatnya ke tapak tangan gadis tersebut lalu menadah tangan, berdoa memohon petunjuk dari Allah. Jika sekiranya mimpi gadis tersebut adalah benar maka disembuhkanlah agar menjadi iktibar kepada beliau dan semua umat islam.
Lalu berkat kebesaranNya tangan gadis tersebut sembuh. Rasulullah lantas berkata, "Wahai anakku, pulanglah. Banyakkan bersedekah dan berzikir dan pahalanya kau berikan kepada ibumu.Mudah- mudahan segala dosanya terampun.
INSYALLAH"
Kenal lah Hati Yang Berpenyakit
Pertama,
Ilmu yang tidak bermanfaat.
Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya lebih dekat kepada Allah swt. Al-Quran menyebutkan orang yang betul-betul takut kepada Allah itu sebagai orang-orang memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah orang yang berilmu. (QS. Fathir: 28). Jika ada orang yang berilmu tapi tidak takut kepada Allah, bererti dia memiliki ilmu yang tidak bermanfaat.
Kedua,
Mempunyai hati yang tidak khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia tidak dapat mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak dapat menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya sukar menangis. Nabi saw menyebutnya sebagai jumûdul ‘ain (mata yang beku dan tidak bisa mencair).
Di antara sahabat-sahabat Nabi, terdapat sekelompok orang yang disebut al-bakkâauun (orang-orang yang selalu menangis) karena setiap kali Nabi berkhutbah, mereka tidak dapat menahan tangisannya.
Dalam sebuah riwayat, para sahabat bercerita: Suatu hari, Nabi Saw menyampaikan nasihat kepada kami. Bergoncanglah hati kami dan berlinanglah air mata kami. Kami lalu meminta, “Ya Rasulallah, seakan-akan ini khutbahmu yang terakhir, berilah kami tambahan wasiat.” Kemudian Nabi saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku, kalian akan menyaksikan pertengkaran di antara kaum muslimin yang banyak …” Dalam riwayat lain, Nabi saw bersabda: “Hal pertama yang akan dicabut dari umat ini adalah tangisan kekhusyukan.”
Ketiga,
Memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang.
Angan-angan yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang tak pernah puas.
CAWAN
Kisah ini merupakan satu teladan kepada kita semua tentang kenapa selama ini kita
sering ditimpa dugaan yang adakalanya sukar untuk kita tanggung dan terlalu
menyakitkan.
Sepasang datuk dan nenek pergi belanja di sebuah kedai cenderamata untuk mencari
hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada cawan yang cantik.
"Lihat cawan itu," kata si nenek kepada suaminya. "Kau betul, inilah cangkir tercantik
yang pe nah aku lihat," ujar si datuk. Pada ketika mereka mendekati cawan itu, tiba-tiba
cangkir yang dimaksud berbicara,
"Terima kasih untuk perhatian anda, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik.
Sebelum menjadi cawan yang dikagumi, aku hanyalah selonggok tanah liat yang tidak
berguna. Namun suatu hari ada seorang penjunan dengan tangan kotor melempar aku ke
sebuah roda berputar. Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pening.
Stop ! Stop ! Aku berteriak. Tetapi orang itu berkata, 'Belum !' Lalu ia mulai menyodok
dan meninju aku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja
meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku
ke dalam api. Panas! Panas ! Teriakku dengan kuat. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi.Tapi
orang ini berkata, 'Belum !' Akhirnya ia mengangkat aku dari api itu dan membiarkan aku
sampai sejuk. Aku fikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah sejuk aku
diberikan kepada seorang wanita muda dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu
memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak. Wanita itu berkata, ' Belum !' Lalu ia
memberikan aku kepada seorang lelaki dan ia memasukkan aku sekali lagi ke api yang
lebih panas dari sebelumnya ! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku
berteriak sekuat-kuatnya.Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku. Ia terus
membakarku. Setelah puas "menyiksaku" kini aku dibiarkan sejuk. Setelah benar-benar
sejuk seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku
melihat diriku.Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, kerana di hadapanku
berdiri sebuah cawan yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu
menjadi sirna tatkala kulihat diriku." Datuk dan nenek itu terdiam membisu. Lalu
diceritakan kisah itu kepada cucunya.
Pengajaran:
Seperti inilah kehidupan membentuk kita. Dalam perjalanan hidup akan banyak kita
temui keadaan yang tidak menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata.
Tetapi inilah satu-satunya cara untuk mengubah kita supaya menjadi 'cantik'.
Jangan lupa bahawa cobaan yang kita alami tidak akan melebihi kekuatan kita. Ertinya
tidak ada alasan untuk tergoda dan jatuh dalam dosa apabila anda sedang menghadapi
ujian hidup, jangan kecil hati, kerana Tuhan sedang membentuk anda. Bentukanbentukan
ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai. Anda akan
melihat betapa cantiknya Tuhan membentuk anda untuk kehidupan yang lebih baik dan
bermakna di hari kemudian dan hari pembalasan(akhirat).
WAllahu a'lam
assalamualaikum wrt...
kisah ini sangat menarik utk diceritakan, terutamanya ketika dalam
tazkirah2 ringkas. perumpamaan yg baik dan dapat diterima akal akan
lebih diingati dan dimanfaatkan oleh para pendengar.wAllahua'lam...
Seorang guru sedang bersemangat mengajarkan
sesuatu kepada murid-muridnya. Ia duduk
menghadap murid-muridnya. Di tangan kirinya
ada kapur, di tangan kanannya ada pemadam.Si
guru berkata, "Saya punya permainan...Caranya
begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan
kanan ada pemadam.
Jika saya angkat kapur ini, maka
berserulah "Kapur!", jika saya angkat pemadam
ini, maka berserulah "Pemadam!"Murid muridnya
pun mengerti dan mengikuti. Si guru bergantigantian
mengangkat antara kanan dan kiri
tangannya, semakin lama semakin cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali
berkata, "Baik sekarang perhatikan. Jika saya
angkat kapur, maka berserulah "Pemadam!", jika
saya angkat pemadam, maka
katakanlah "Kapur!".
Dan diulangkan seperti tadi, tentu saja muridmurid
tadi keliru dan kekok, dan sangat sukar
untuk mengubahnya. Namun lambat laun, mereka
sudah biasa dan tidak lagi kekok. Selang
beberapa saat, permainan berhenti. Si guru
tersenyum kepada murid-muridnya."Anak-anak,
begitulah kita ummat Islam. Mulanya yang haq itu
haq, yang bathil itu bathil. Kita begitu jelas
membedakannya.
Namun kemudian, musuh musuh kita
memaksakan kepada kita lewat berbagai cara,
untuk menukarkan sesuatu, dari yang haq menjadi
bathil, dan sebaliknya."" Pertama-tama mungkin
akan sukar bagi kita menerima hal tersebut, tapi
karena terus disosialisasikan dengan cara-cara
menarik oleh mereka, akhirnya lambat laun kalian
terbiasa dengan hal itu.
Dan anda mulai dapat mengikutinya. Musuhmusuh
kalian tidak pernah berhenti membalik dan
menukar nilai dan etika.""Keluar berduaan,
berkasih-kasihan tidak lagi sesuatu yang pelik,
zina tidak lagi jadi persoalan, pakaian seksi
menjadi hal yang lumrah, sex sebelum nikah
menjadi suatu hiburan dan trend,materialistik kini
menjadi suatu gaya hidup dan lain
lain.""Semuanya sudah terbalik.
Dan tanpa disedari, anda sedikit demi sedikit
menerimanya. Paham?" tanya Guru kepada
muridmuridnya.
"Paham cikgu...""Baik permainan
kedua..." begitu Guru melanjutkan. "Cikgu ada
Qur'an, cikgu akan letakkannya di tengah karpet.
Sekarang anda berdiri di luar karpet.
Permainannya adalah, bagaimana caranya
mengambil Qur'an yang ada di tengah tanpa
memijak karpet?"Murid-muridnya berpikir . Ada
yang mencuba alternatif dengan tongkat, dan lainlain.
Akhirnya si Guru memberikan jalan keluar,
digulungnya karpet, dan ia ambil Qur'an. Ia
memenuhi syarat, tidak memijak karpet."Muridmurid,
begitulah ummat Islam dan musuhmusuhnya...
Musuh-musuh Islam tidak akan
memijak-mijak anda dengan terangterang...
Kerana tentu anda akan menolaknya
mentah mentah. Orang biasapun tak akan rela
kalau Islam dihina dihadapan mereka. Tapi
mereka akan menggulung anda perlahan-lahan
dari pinggir, sehingga anda tidak sedar.""Jika
seseorang ingin membuat rumah yang kuat, maka
dibina tapak yang kuat.
Begitulah Islam, jika ingin kuat, maka bangunlah
aqidah yang kuat."" Sebaliknya, jika ingin
membongkar rumah, tentu susah kalau tapaknya
dulu, tentu saja hiasan-hiasan dinding akan
dikeluarkan dulu, kerusi dipindahkan dulu, Almari
dibuang dulu satu persatu, baru rumah
dihancurkan...""Begitulah musuh-musuh Islam
menghancurkan kita. Ia tidak akan menghentam
terang-terangan, tapi ia akan perlahan-lahan
meletihkan anda.""Mulai dari perangai anda, cara
hidup, pakaian dan lain-lain, sehingga meskipun
anda muslim, tapi anda telah meninggalkan
ajaran
Islam dan mengikuti cara yang mereka... Dan
itulah yang mereka inginkan."
"Ini semua adalah fenomena Ghazwul Fikri
(perang pemikiran). Dan inilah yang dijalankan
oleh musuh musuh kita.."Kenapa mereka tidak
berani terang-terang memijak-mijak cikgu?" tanya
mereka"Sesungguhnya dahulu mereka terangterang
menyerang, misalnya Perang Salib,
Perang Tartar, dan lain-lain. Tapi sekarang tidak
lagi..
apa lagi yg tercengang2 tu?? ayuh kita kejutkan umat Islam lain yg
masih tertidur!!!
Subscribe to:
Posts (Atom)